Kisah Sukses Dalam Memicu Terbentuknya Sentra Produksi Ikan Patin

Semula Benih dan Pakan Tergantung Daerah Lain

Di desa pulau Gadang, terdapat 654 kolam ikan. Karenanya, mata pencaharian utama penduduk adalah beternak ikan disamping membudidayakan berbagai tanaman.

Sebelum tahun 1998, benih ikan didatangkan dari Jawa Barat dan pellet ikan dari Sumatera Utara yang menyolok adalah setelah krismon (krisis moneter) harga pellet meningkat sampai Rp. 3.200,- per kh.

Teknologi Baru : Kejutan panas

Pembibitan dimulai dengan memilih induk ikan patin yang telurnya sudah "matang" dan dikeluarkan dari perutnya. Telur ini dicampur dengan sperma yang berasal dari patin jantan. Telur yang telah dibuahi dikejutkan dengan temperatur 40 derajat celcius selama 3 menit. Teknik kejutan panas ini menghasilkan penetasan yang baik dan pertumbuhan ikan lebih cepat. Dengan kejutan panas ikan dapat dipanen pada umur 6 bulan, sedangkan tanpa perlakuan tersebut baru dapat dipanen setelah umur 9 bulan. Berkat introduksi teknologi ini harga benih ikan patin hanya Rp. 175,- per ekor, jika didatangkan dari luar daerah harga mencapai Rp. 215,- tiap ekor. Selisih harga benih dan pemendekan umur pembesaran ini memberikan keuntungan bagi peternak di desa itu.

Bersama petani membuat "Stasiun Pengkajian"

Untuk memecahkan masalah tersebut di atas BPTP melakukan kajian pembenihan ikan patin bersama-sama dengan 3 orang peternak ikan koperator dalam "stasiun pengkajian". Dalam stasiun ini dilengkapi dengan 30 akuarium untuk dapat dipakai sebagai tempat pembenihan.

Kreativitas petani

Untuk mempertahankan temperatur terutama pada malam hari dan sekaligus untuk perlakuan kejutan panas, digunakan tungku yang menggunakan sumber panas dari minyak tanah. Air panas yang berasal dari tungku ini dipompa melalui pia-pipa ke dalam bak akuarium. Untuk menghemat pemakaian bahan bakar, salah seorang koperator tersebut di atas, Pak Waternis, mengganti minyak tanah dengan kayu bakar yang banyak ditemui di desa itu. Dengan kayu bakar dapat dihemat Rp. 4.000,- per hari.

Pellet Ramuan Bahan Lokal

Harga pellet yang didatangkan dari medan setelah krismon meningkat sampai Rp. 3.200,- tiap kg. Peristiwa ini sempat menurunkan produksi ikan patin di desa pulau Gadang. Karea itu Pak Sarnal yang semula mempunyai bengkel motor, beralih profesi menjadi pembuat pellet. Ia melihat peluang yang menjanjikan yang ada di bidang perikanan. Ia membeli mesin pembuat pellet dan mulai mencoba meramu pellet dengan bertanya kesana kemari. Kemudian datanglah BPTP memilih Pak Sarnal menjadi koperator dalam pengkajian pellet sebagai makanan ikan patin. Komposisi pellet yang diramu oleh BPTP terdiri dari bahan yang mudah diperoleh seperti dedak, bungkil kelapa sawit dan sisa ikan, kecuali Topmix yang harus didatangkan dari kota lain.

Pada awalnya hasil produksi pellet buatan Pa Sarnal dibeli semua oleh BPTP dan diuji di kolam desa itu. Adanya pengujian ini, pellet Pak Sarnal terkenal dan mulailah ia mengelola bisnis barunya.

Kini dengan mesin yang dimilikinya dengan kapasitas 3 ton tiap bulannya, ia dapat menjual pellet dengan harga Rp. 1.800,- tiap kg. Karena besarnya keuntungan yang dapat diraup, maka saat ini ada 6 orang lagi yang mulai memiliki mesin pellet. Namun Pak Sarnal tetap optimis dengan usahanya karena ia mengutamakan pelayanan konsumen dan peningkatan mutu.

Mesin Pellet
Mesin Pellet Ramuan Bahan Lokal

Hasil Mulai Dipetik

Peternak koperator, Pak Waternis, menginvestasikan keuntungannya untuk meluaskan usahanya. Ia telah mebuat tambahan bak-bak untuk pendederan ikan yang baru menetas. Ia juga akan memperluas ruangan laboratoriumnya, agar dapat meningkatkan produksi benih. Ia tidak khawatir akan kejenuhan pemintaan. Untuk itu ia akan menyiapkan pembenihan ikan mas dan tawes. Teknologinya sama saja. Lain halnya dengan peternak koperator Pak Sarnal. Disamping ia membeli mobil pick up ( kini nilainya Rp 21 juta) untuk belanja bahan-bahan pellet dan mengantarkan pellet ke pembeli, ia menanamkan modalnya dengan membeli lahan senilai 37 juta rupiah. Namun yang paling membanggakan Pak Sarnal, ia sanggup menyekolahkan dua anaknya di Pakanbaru.

Untuk Rekreasi

Salah satu tempat pemancingan dengan tujuan rekreasi adalah Taman Pancing Rekreasi Ricky, Setiap hari rata-rata dapat terpancing 50 kg ikan patin, tidak terhitung pada hari-hari libur, yang dapat terpancing tiga kali lipat dari hari biasa. Hasil pancingan dapat dibawa pulang dengan membayar Rp 11.000,- per kg. Lumayan karena terhibur dan pemancing dapat ikan dengan harga murah. Sebab di pasar, harnganya Rp. 12.500,- per kg. Tempat pemancingan ini membudidayakan ikan patin dan mas, sehingga tidak tergantung dari luar.

Konsumen ikan patin, tampaknya dapat menjadi konsumen eksklusif. Merea dapat menikmati ikan patin di rumah makan pondok Patin M.H. Yunus di Pakanbaru. Di rumah makan ini disediakan berbagai olahan ikan patin, seperti patin bakar, patin goreng, gulai patin atau lainnya.

Perkembangan Ikan Patin Menjanjikan

Kini ikan patin tidak hanya populer di Riau, melainkan juga di Lampung, Palembang, Jambi, Pontianak dan Banjarmasin. Bahkan negara vietnam telah mengekspor ikan patin ke Eropa dan Amerika Serikat.

Apalagi pada tahun lalu Balai Pengkajian Air Tawar telah menghasilkan teknologi ikan patin asli Indonesia (Pangasius djambal). Ikan patin yang dibudidayakan sekarang ini adalah Pengasius hypophthalmus, didatangkan dari Thailand tahun 1972, karena teknologi budidaya jambal belum diketahui. Daging jambal lebih putih, sehingga lebih menarik. Disamping itu pertumbuhannya lebih cepat yaitu 1,7 g/hari dibanding patin hanya 0,9 g/hari. Tampaknya upaya untuk memicu terbentuknya sentra produksi ikan patin bukan hanya impian belaka.

Untuk informasi lenih lanjut dapat menghubungi : BPTP Riau. Alamat kantor : Jl. Kaharuddin Nasution Km. 10, padang Marpoyan - Pekanbaru. P.O. Box 1020, pekan baru. Tlp (0761) 35641, 674205. Fax. (0761) 674206